Langit mendung. Tak begitu hujan, hanya sedikit rintik-rintik kecil. Aku pulang kerja seperti biasa. Di angkot, ada cowok tanya2 segala macam. Sekolah, kerja, tanggal lahir, nama, no hp, alamat, dan bla bla bla. Benar2 bikin jengah. Di tengah perjalanan, Babeh nelfon, "Is, aya dimana?" "Masih di angkot. Macet!" "Posisina dimana? Yeuh sina dijemput weh ku A'Mujibna." "Hm, dimana iyeu nya? Masih di pasar Dayeuhkolot, diantosan di ABC Dayeuhkolot weh atuh." Dan akupun menyetop angkot, turun. Menunggu di depan ABC sambil menata perasaan. Banyak pikiran berkelebatan. Kenapa tiba-tiba saja aku disuruh jemput ke A'Mujib? Ada apa di rumah? Apa ada masalah lagi? Tak berapa lama, A'Mujib datang. Tanpa basa-basi aku langsung duduk di boncengannya. Di jalan.. "Is, Roni tewas." "Hah? Yang bener! Gak percaya, ah!" "Tabrakan tadi. Liat aja ntar di rumah, pasti udah terbaring." Dalam kepalaku, terbayang betapa sesaknya rumahku dipenuhi orang. Aku takut dan khawatir. Setibanya di rumah, wew, Kak Roni masih hidup tuh ternyata. Dasar A'Mujib kurang kerjaan. Tapi kondisinya mengenaskan. Lemah, penuh perban. Bagian belakang kepalanya dijahit 7 jahitan. Tak mau makan dan minum. Minum obat harus kupaksa, itupun dia hanya mau makan kue basah Nagasari sebagai pengganjal perut sebelum minum obat. Padahal sejak sebelum tragedi itu, dia berangkat tanpa sempat makan terlebih dahulu. Kronologisnya, tabrakan sepeda motor versus mobil sedan. Mobil sedan mo keluar dari komplek, satpam komplek sebenarnya sudah memberi aba-aba ke kendaraan yang lewat untuk berhenti. Seharusnya Kak Roni stop tapi malah terus melaju kencang. Dan seperti yang kita duga, tabrakanpun tak terelakkan. Sepeda motornya hancur, mobil sedannya juga. Sampai ban mobilnya meletus dan mobilnya ga bisa jalan total. Salah seorang warga sekitar menjemput A'Mujib ke rumah. Memang tempat kejadian perkaranya tak jauh dari rumah. Dengan mobil polisi, Kak Roni langsung dilarikan ke rumah sakit.
Ternyata bukan hanya itu musibah yang terjadi pada malam tabiran di sekitar rumahku. Sungai dekat rumah juga meminta korban. Seorang anak laki-laki sebesar adikku, Ghofur, hanyut hilang dan belum diketemukan sampai sekarang. Kronologisnya, lima anak bermain-main di sampan (perahu) yang ditali di sisi sungai. Sampan tidak berjalan karena masih ditali, tapi mungkin karena oleng, kelima bocah itupun nyebur. Tiga bocah berhasil menyelamatkan diri, yang satu sempat hanyut dan diselamatkan warga. Tapi naas, bocah yang terakhir seperti lenyap. Hingga keesokan harinya (lebaran), dibawakan alat penyedot dari Jakarta, tapi tetap saja bocah itu belum juga ditemukan. Ibu si korban hanya bengong saja. Tatapannya kosong. Tidak mau makan ataupun minum. Menyedihkan memang. Tapi aku hanya bisa berdoa.
Lebaran ini ga ada cerita seru. Cuma tidur-tiduran aja seharian. Gak kemana-mana. Awalnya Babeh nyuruh aku pergi ke rumah pamannya tunangan. Meski sebenarnya berat, tapi aku menurut saja. Bersiap-siap. Pas mau berangkat, sudah rapi sudah pakai helm siap berangkat, tiba-tiba aja Babeh tanya, "dia suka nelfon kamu nggak?" "Nggak" jawabku. "Kamu pengen ke sana apa nggak?" "Sebenarnya malas, Beh," jawabku jujur. Dan tiba-tiba saja Babeh bilang, "yaudah ga usah ke sana aja. Kamu di sini aja nemenin mamah." Plong!!! Hatiku bersorak. Perasaanku kembali tenang. Terima kasih Allah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hatur tengkyu atas kunjungan silaturahimnya.
Orang keren pasti koment ˆ⌣ˆ