Sabtu, Oktober 30, 2010

Sahabat Perempuan

Bismillahirrohmaanirrohiim....

Saya tidak berpikir macam-macam saat memulai hari pertama memiliki sahabat macam kalian. Saya merasa senang tidak disergapi perasaan 'sendirian'. Tapi kita tidak akan pernah tahu hingga kapan akan bersahabat. Sejak out dari pesantren, saya belum punya sahabat sangat dekat lagi... Sangat dekat dalam ukuran kemana-mana bersama, tempat bercerita hal sedih dan bahagia bahkan hingga yang bersifat rahasia. Tak perlu lagi pergi seorang diri jika hendak mengunjungi toko buku, sekedar duduk menyeruput jus mangga di kantin pinggir jalan, mencari baju dalam khas wanita, atau melakukan perawatan diri di salon. Sekarang semua terpisah karena kesibukan juga jarak.

Seumuran saya ini, baru beberapa kali saya punya yang namanya SAHABAT. Dengan huruf kapital semua menegaskan arti bahwa orang yang termasuk dalam catatan saya itu punya artian amat penting.

Saya punya beberapa sahabat perempuan,
1. Rinah, sahabat suka duka saya di bangku SD. Walau dulu rumah saya pindah-pindah, tapi kami selalu ketemuan setiap hari. Saya ke rumahnya atau dia yang ke rumah saya. Yang lucu, kami bahkan saling mengirim surat pos padahal setiap paginya kami selalu bertemu kembali di kelas :D
Saya ingat betul dia adalah sahabat saya yang paling agamis dengan didikan adat Cirebon. Partner mengembangkan diri dengan melakukan kegiatan-kegiatan edukasi dan kesenian semacam tari, menyulam, merajut, membuat puisi dan cerpen, menciptakan lagu, memasak, berkebun, membaca, hingga membawa-bawa kertas hapalan rumus matematika di sela-sela menunggu giliran dalam permainan lompat tali. Dan dia perempuan pertama di kelas kami yang sudah punya pacar cowok dari kelas sebelah, sedangkan saya dulu belum kenal cowok apalagi cinta ^_^ . Saat ini sahabat yang sering ketemuan untuk curhat-curhatan masih hanya Rinah. Tapi sayang, walau masih satu kota, kesibukan kami dan ketidakleluasaan saya keluar rumah membatasi pertemuan menyenangkan dengannya. 

2. Tati Ernawati. Sahabat sekaligus sepupu 'kembar' saya. Bersahabat sejak kecil di Bandung tapi sangat lengket sejak kami duduk sebangku di MA RU Malang. Pernah tidak saling tegur sapa kecuali sangat mendesak selama setahun, walaupun kami tetap duduk sebangku. Kesamaan pemikiran dan merasa senasib dalam beberapa hal membuat kami dekat dengan sendirinya. Dia adalah rival saya di kelas. Saya tidak pernah peduli dengan ranking teman yang lain tetapi selalu tidak terima kalau ranking saya ada di bawahnya. Alhasil ranking kami di kelas selalu kejar-kejaran. Dan dia yang menjaga saya dari gangguan-gangguan anak putra di pesantren. Kami saling mengingatkan agar menahan perasaan saat ada pemuda dari pesantren putra yang mengungkapkan cinta.
Dengannya kami terpisah karena ia menikah dengan guru kami di Ganjaran Malang dan menetap di sana.

3. Wiqoyatul Fauziah. Saya memanggilnya Yu Wiwiek. Putri seorang Ustadz di lereng Semeru, Lumajang. Kakak kelas di pesantren yang ndut. Kenal dekat dengan Ayah-Ibu-Caca'-Mbak-Adiknya. Hingga setiap Mbak Wiwiek dikirim, maka saya akan kecipratan rezekinya. Entah itu makanan, uang, hingga sarung atau pakaian. Ini karena saya pernah tinggal di rumahnya selama liburan Maulid. Sebuah desa asri di lereng Semeru tempat saya sebentar mengajar di sekolah yang dirintis Ayahnya, memancing di kolam depan musholla, jalan-jalan ke lereng gunung Semeru. Tak sungkan berbagi apa saja. Hingga setiap kehabisan uang, siapapun di antara kami yang beruntung mendapatkan pinjaman uang akan membaginya berdua. Pokoknya hari ini makan, urusan besok terserah besok. Dia betah menunggui saya yang malas-malasan untuk sama-sama ke hammam untuk mandi ( tapi tidak dalam satu ruangan loh :p ). Menunggui saya yang menggarap tugas-tugas kuliahnya dan lalu mentraktir nasi lele atau ayam goreng nikmat setelahnya. Mengajak saya tidur bersama di luar asrama, biasanya di ruang konveksi bersama kawan-kawan lain sesama dewan Asatidzah. Di ruang itu terasa menyenangkan untuk kami karena merasa bebas tak terikat aturan. Tak ada yang menggedor-gedor pintu setiap subuh dan jam kegiatan, bisa ngerumpi sepuasnya, dan mendengarkan lagu dari band terbaru melalui tape recorder konveksi.
Kamipun harus terpisah jarak Jatim-Jabar. Sampai sekarang masih kontak via SMS walaupun akhir-akhir ini mulai menyebalkan karena isinya sering tak jauh dari membahas maukah saya menjadi menantu keluarganya. Tuing..tuing..

4. Uswatun Hasanah dan Maisyarah. Saya memanggilnya Uu' dan Memey. Dua bocah adik kelas di pesantren yang humoris abis. Mereka yang selalu menghibur saya kala saya sedih setiap mengingat masalah status. Mereka juga yang sama-sama dekat dengan 'seseorang' di kala itu. Mereka yang selalu menemani saya begadang di Lab Komputer atau Perpustakaan Pesantren.
Dengan keduanya kami terpisah pulau Jawa-Madura. Semoga saya bisa mengunjungi mereka diantar suami setelah menikah nanti.

Masih ada beberapa lagi, terlalu banyak kenangan. Ada juga beberapa sahabat pria, yang banyak sekali membantu saya, yang sampai sekarang bersahabat baik, gokil-gokilan tanpa merasa jaim, dan tentunya tanpa diganggu rasa 'merah jambu' yang bermain di antara kami. Tapi lain kali saja saya cerita. 

Dan saya sayang sekali dengan mereka. Sangat!

Banyak cara untuk mempertahankan kualitas persahabatan itu. Mulai sms, telepon, email, facebook, twitter, semua bisa dipakai. Berbagi cerita apa saja dan menjadi diri sendiri dalam setiap percakapan yang ada. Saya hanya takut alpa menjalin silaturahim dengan mereka, entah karena terlalu sibuk atau alasan yang lain. Saya takut jika hanya menghubungi mereka di saat saya membutuhkan mereka.

..semoga tidak.

Teman sih banyak tapi yang bisa dijadikan sahabat dekat itu cuma beberapa. Kadang juga putus di tengah jalan. Sebenarnya tak ada perbedaan teman biasa atau sahabat buat saya. Tetapi untuk sahabat yang benar-benar dekat bagi saya adalah yang :
1. Satu selera, minimal satu deh yang sama, supaya enak kalo ngobrol biar nggak garing.
2. Bisa diajak susah bareng, misal kalau pas nggak punya uang bisa dicurhatin sepuas hati
3. Nggak gengsian, contohnya mau diajak naik bis kota atau kereta ekonomi :p
4. Ada saat masing-masing butuh
5. Nggak suka ngomongin di belakang
6. Apa adanya, he/she'll be being him/herself around here
7. Saling menyemangati, bukan saling ngejatuhin
8. Penolong
9. Satu yang penting! Tidak sms atau telpon kalau hanya pas butuh doang. Ini yang nggak banget! Walaupun sudah pisah jarak tapi tetap keep contact, menjaga silaturahim ☺

Saat ini, mungkin saya bisa beberapa kali berkumpul dengan teman yang masih saudara saya saja. Itupun kalau kebetulan ada acara keluarga dan saya kebetulan diijinkan tidak masuk kerja.

Seperti ini ^_^


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hatur tengkyu atas kunjungan silaturahimnya.
Orang keren pasti koment ˆ⌣ˆ