Selasa, Februari 08, 2011

Allah tidak akan dzholim...

Bismillahirrohmaanirrohiim...

Belakangan ini, mood saya sedang kurang bagus. Rasanya ingin marah-marah dan ingin menangis tapi tidak ada pelampiasan. Saya tahu, bad mood itu akibat, maka saya harus mencari sebabnya kemudian singkirkan. Sederhana tapi sulit. Sulit terasa jika kita lupa pada usaha dan kuasa Pengabul Doa. Oh bukan, sebenarnya tidak perlu dicari karena saya sangat tahu apa sebabnya. Ini karena para tetua keluarga besar Madura kami rupanya sedang memusyawarahkan tanggal walimah saya diam-diam di belakang saya. Dan saya tidak dilibatkan sama sekali, tidak dimintai persetujuan, dan ditanya kesiapan.

Saya menjadi tidak merasa betah dimanapun, tidak juga di tempat kerja. Karena saya bekerja di rumah Bibi yang justru menjadikan saya sering bertemu dengan orang-orang Madura yang tidak berhenti menggoda saya. Katanya, saya hampir menjadi pengantin. Mereka pikir saya senang digoda-goda seperti itu? Sama sekali tidak!

Saya bingung, keluarga saya tidak ada yang pro pada saya. Saya hanya akrab dengan dunia maya. Tapi saya juga tidak ingin mengeluh di jejaring-jejaring sosial. Di sana terlalu banyak orang-orang yang saya kenal di dunia nyata. Tapi kemudian saya membuka diri pada beberapa orang. Semua orang-orang yang saya kenal di dunia maya mencoba menguatkan saya. Berbeda dengan orang-orang yang saya kenal secara nyata.

Salah satunya nasihat dari Bunda. Seseorang yang saya kenal di sebuah jejaring sosial terbesar saat ini. Ia bilang minta pada Allah, Allah yang memiliki hati Bapakmu. Masih ada Allah. Allah yang lebih kuat dari Bapakmu. Cepatlah ambil sikap agar tidak semakin lama menyiksa dan memberi harapan dengan calon suamimu. Berprasangka baik pada Alloh, berprasangka baik dengan orang tua, berprasangka baik dengan calon suamimu.

Dan beliau bercerita, seorang adik kelasnya di SMA Jombang, cantik, pintar, mayoret, dan dari keluarga Betawi asli yang kerasnya mirip keluarga Madura. Kelas 2 SMA disuruh nikah paksa oleh orang tuanya. Lalu ada pernikahan sirrinya di pesantren, tamunya banyak. Tapi setelah seminggu dari pernikahan sirri itu, kawannya minggat ke Makasar. Melanjutkan sekolah dan lulus di sana. Lalu kuliah masih di Makasar hingga menikah dengan dosennya di sana.

Pesannya, tidak ada yang benar-benar pas di dunia ini. Termasuk soal jodoh. Selalu ada sisi yang tidak disukai dari pasangan kita atau orang lain. Banyak sekali nasehatnya. Dia Bunda, sahabat, saudara, yang paling bijak yang pernah saya kenal di dunia maya.

Kemudian ada sahabat baru yang dipertemukan Tuhan melalui jejaring maya yang sama. Ia menempuh study di Mesir dan sekarang mengajar di tempatnya tinggal di Jawa Timur.

Sahabatku ini berkisah,
Kisah pertama, Bibinya, sepupu Ayahnya, dijodohkan dengan laki-laki yang terganggu kejiwaannya. Kadang gila kadang waras. Singkat cerita, akhirnya pernikahan itu terjadi. Dan beberapa tahun setelahnya mereka bercerai. Ada seseorang yang bertanya pada Bibinya itu itu, kenapa dia mau? Bibinya menjawab, "tidak apa-apa aku menjadi tumbal untuk dipersembahkan pada Tuhan. Aku terima dia bukan karena dia, tapi karena janji Tuhan pada anak yang patuh kepada orang tuanya."

Selanjutnya kisah kedua, adik Kakeknya dijodohkan dengan janda tua padahal dirinya masih sangat muda, tampan dan perjaka. Akhirnya Allah membalas kesabarannya itu. Setelah istrinya wafat, ia mendapatkan istri baru yang cantik, mudan, dan perawan, padahal ia sendiri sudah berusia kepala enam.

Dan kisah ketiga, ada sahabat dosennya, seorang Syaikh, ia berniat mentalaq istrinya. Ketika ditanya dosennya tentang alasannya, karena akhlak istrinya kurang baik. Malah membuat rumah semacam neraka. Dosennya bertanya, "kamu kan sudah punya anak banyak? Kok bisa bertahan sampai punya anak banyak?" Sang Syaikh menjawab bahwa urusan biologis berbeda dengan urusan hati. Dosennya menyarankan untuk bersabar dan menyerahkan pada Tuhan. Kemudian setelah dua tahun mereka baru bertemu lagi. Dosen bertanya, "kamu jadi talaq dengan istrimu?" Jawabnya, "tidak". "Kenapa? Apa akhlak istrimu sudah berubah?" Ia menjawab, "juga tidak". "Lalu kenapa?" "Saya mengikuti saranmu untuk menjual kesabaranku kepada Tuhan."

Dari tiga kisah ini sahabatku ingin memberi saran bahwa saya hanya punya dua pilihan:
1. Korbankan dunia untuk bahagia akhirat, dan
2. Korbankan kedua-duanya demi kebahagiaan yang belum pasti baik dunia atau akhirat.
Dan tiga kisah ini sebagai contoh "korbankan dunia demi akhirat".

Jujur, saya masih galau. Tapi nasihat-nasihat mereka membuat saya harus berpikir sangat bijak sebelum memutuskan hal-hal yang dikata nekat.

"...as He promise He always be there.."

Dan bukankah Allah tidak akan dzholim? Hingga memberikanmu ia yang buruk, sedangkan engkau (selalu berusaha) baik? Atau memeberikannya buruk, padahal ia (selalu berusaha) baik? Berdoa saja, Thiya, semoga apa yang saya hadapi ini adalah yang terbaik. Kini atau nanti hanya masalah waktu. Diperlambat 'tidak menjauhkan'nya, dipercepat membuatmu belajar tentang 'kesabaran' dengan lebih tegar lagi...."


Untuk semua cinta yang pernah saya alami kemarin-kemarin, saya sudah ikhlas. Bagi saya, kenangan, tetaplah hadiah, meski pedih. Saya hanya punya satu kekuatan, berdoa. Doa memohon terbaik untuk saya dan semuanya. Kalau memang itu ketetapan Allah dan terjadi, semoga saya diberi kebesaran hati luar biasa untuk menerimanya. Kalau ternyata mereka cuma mendzolimi saya, maka Allah lebih hebat dari mereka dan yang mereka ingin tidak akan pernah terjadi.

~ Thiya Renjana ~
Bandung, 08022011 - 11:03 AM

1 komentar:

  1. Keluarga Madura selalu begitu. Ngejodohin tanpa bilang2. Apalagi keluarga Pesantren... tapi jujur, aku gak mau. Gak selamanya kan, keturunan Kyai harus sama keturunan Kyai juga? *aku ikut panas ceritanya*
    hmmhh... semoga Mbak Thiya tetep bisa dapet apa yang Mbak Thiya pengen... :)

    oya mbak, coba lihat ini.Itu buat mbak Thiya :)

    BalasHapus

Hatur tengkyu atas kunjungan silaturahimnya.
Orang keren pasti koment ˆ⌣ˆ