Minggu, September 30, 2012

Semesta Dan Pengabdian Baruku

Bismillahirrohmaanirroohiim...

........
Langit biru dan bumi bersaksi,
atas cinta yang tak henti.
Malaikat menjadi saksi,
Muhammad Jufrie & Istianah
menetapi janji putih pengguncang Arsy
........



 
Tanggal 13 September 2012 M/26 Syawal 1433 H pukul 11.35AM, akhirnya menjadi hari yang bersejarah. Sebab sejak hari itu, Kakak Jufrie halal menjadi imam saya, berakhirlah perjalanan hubungan jarak jauh Bandung-Jakarta melalui media telephone, BBM, facebook, dan twitter. Sejak hari itu, dialah yang akan selalu menjadi bagian terpenting pada bait-bait di kisah hidup saya. Sekarang, dengan mencintainya, saya bisa tahu bagaimana cara yang benar untuk mengisi hidup.

Setelah menikah, apa yang akan saya lakukan? Jujur saja, rasanya saya seperti ada di dunia lain. Gegar budaya, mungkin mirip-mirip seperti itulah istilahnya. Biasanya, saya mah suka cuek mau ngapa-ngapain, sekarang ada satu orang yang harus saya istimewakan sebelum saya mengistimewakan diri sendiri. Secuek-cueknya saya, tetap saja, Kakak harus prioritas nomor satu. Ada beberapa hal lagi yang baru saya sadari setelah menikah, (tanpa mengesampingkan Allah sebagai sesuatu yang abadi), di antaranya : ada perasaan cinta yang mulai bertunas untuk kemudian tumbuh tanpa akhir, ada tempat untuk bersandar dan berbagi 7 days/24 hours, ada keluarga baru yang siap menerima kedatangan kami. Kemudian sisanya nanti sejalan dengan waktu ya :)

Berhubung dari jaman sekolah sudah mulai rajin baca buku seputar pernikahan islami, saya jadi tahu kalau yang namanya pernikahan itu bukan mencari enaknya semata. Misal, kita nikah karena orientasinya kekayaan atau modal fisik saja, terus kalau semuanya berubah seiring bertambahnya waktu, apa iya kita mau mengakhiri pernikahan begitu saja? Dari awal Kakak mengajak saya menikah, beliau bilang : orientasi kita cukup Allah saja. Memang menikah itu membahagiakan, tapi jangan terlalu berjaga pada momen yang bahagia saja. Karena, jika suatu saat terjatuh, akan terasa sekali sakitnya. Belajar dari masalah yang kemarin, itu bikin saya kuat. Dan, diatas semuanya, jangan terlalu bersandar sama sesama manusia, karena manusia itu relatif dan yang pasti itu cuma Allah.

Sejauh ini, saya sedang belajar jadi financial planner untuk keluarga kecil saya. Rasanya nikmat sekali mengatur hal-hal detil seperti begini. Meskipun kita berdua masih merintis dari lantai dasar yang paling dasar, tapi saya cari yang seperti ini, memajukan keluarga berdua, bukan cuma terima jadi saja.

Buat saat ini, kehidupan kita berjalan lancar. Kerikil? Ada banyak! Mulai dari intern hingga ekstern, mulai dari keluarga hingga diri sendiri. Tapi diskusi bersama suami dengan keputusan bijaknya dalam menanggapi masalah selalu bisa membuat saya maklum. Seiring bertambahnya waktu, kebutuhan orang yang baru menikah sudah banyak dan cukup membuat kepala pening. Ini baru kebutuhan dua orang, belum nanti kebutuhan anak dan seterusnya. Bisa stress kalau hanya dibayangin. Tapi Allah pasti punya perhitungan yang di luar akal kita. Selama ini sih selalu ada saja rizki dari arah yang tidak kita duga.

Masalah kebutuhan keluarga baru kami yang tiada habisnya, ini membuat kami berdua ingin bergegas hijrah ke Jakarta untuk segera kembali bekerja. Kakak masih harus menyelesaikan pekerjaannya di Jakarta, dan saya diharapkan bisa meluaskan usaha jualan di gerai online. Memang, Allah sudah menjamin rizki bagi hambanya, apalagi yang sudah menikah, Allah tidak akan membiarkan kami terlantar. Dan, pernikahan ini membawa saya ke alam yang lebih realistis. Ada beberapa pos pendanaan yang harus saya penuhi untuk membantu Kakak. Sehingga semangat saya semakin menggebu untuk rajin promosi gerai di media online.

Karena inilah, akhirnya kami memberanikan diri pamit kepada Bapak untuk pulang ke Jakarta. Kami berangkat dari Bandung mengendarai sebuah sepeda motor. Bapak sudah melarang, tapi hanya kendaraan ini yang kami punya sementara. Kami bersiap untuk 6-7 jam perjalanan yang akan kami tempuh nanti. Kaca helm sudah dilap, jaket kulit dan sarung tangan kulit lengkap sudah dikenakan.

Tapi, Innalillahi, baru satu setengah jam perjalanan kami sudah ditabrak dengan posisi seperti menabrak oleh pengendara lain yang hendak putar balik tidak hati-hati. Saya tidak ingat bagaimana saya terpelanting dari jok belakang sepeda motor. Saya tidak pingsan saat itu, karena saya bisa melihat Kakak masih terseret dengan motornya dan saya tetap tergeletak tak bergerak di tengah jalan raya, tidak bisa bangun antara sakit dan kaget. Ketika sepeda motor Kakak berhenti, dia berlari menuju saya yang saya sambut dengan kata-kata, "aku ngga apa-apa, kamu gimana?". Lalu dia pun roboh di samping saya.

Saat orang-orang mengerubungi saya dan mengangkat tubuh saya, saya baru merasakan rasa sakit yang hebat ketika tangan-tangan mereka menyentuh tubuh saya. Saya menangis meminta mereka tidak mengangkat saya dan tidak mendudukkan saya di trotoar. Orang-orang itu jadi takut untuk menolong saya karena khawatir ada tulang patah.

Mendengar saya menangis, Kakak bangun lagi dan dari belakang berusaha mengikuti saya yang dibopong orang-orang ke dalam asrama Pusdikter. Dibantu para tentara, kami pun dibawa ke RS ICM jalan Cimere. Setelah dua kali dirontgent dengan susah payah karena tubuh saya kesakitan bila disentuh, dokter yang menangani kami bilang kondisi saya baik hanya otot saja yang terjepit tapi tulang jari tengah tangan kiri suami saya patah di dalam.

Kalau biasanya setiap bangun pagi saya hanya menderita pusing dan mual akibat efek penyakit Vertigo yang saya bawa dari Bandung (yang belakangan sudah seperti sarapan buat saya), maka pagi setelah tragedi itu ada yang beda dari biasanya. Bukan, bukan karena kebiasaan pusing dan mual saya sudah hilang, tapi justru ditambah dengan satu penderitaan lagi. Punggung dan pinggul saya kesakitan setiap dipaksakan bangun.

Hari pertama pasca tragedi kurang mengenakkan itu, malam pukul satu saya terbangun. Merasakan hasrat ingin buang air kecil yang tak tertahan. Saya menangis semalaman karena tidak bisa bergerak sedangkan kandung kemih saya seperti ditekan-tekan minta dikeluarkan. Suami tertidur kelelahan di samping saya, tidak juga sadar meski saya guncang-guncang. Tampak jelas kelelahan di wajahnya. Saya hanya bisa menangis, teringat Mamah di Bandung, sampai pagi. Baru pukul 5, suami terbangun. tapi karena tangannya yang cedera dia juga tidak bisa apa-apa. Dia hanya duduk sambil mengelus-elus saya. Baru setelah lewat dari pukul enam pagi, ada mertua dan keponakan suami. Saya harus digendong keponakan ke kamar mandi dengan menahan tangis.

Dan, sampai sekarang kami pun masih setia naik motor. Tapi tidak berani memacu dengan kecepatan tinggi karena sedikit trauma. Sekarang suami sudah tidak bisa memikirkan keselamatan diri sendiri, karena ada saya di belakangnya. Di atas itu semua, ada Allah yang Maha Menjaga. 

Hari ini, sudah seminggu dari kejadian tidak mengenakkan itu. Saya sudah bisa berjalan sedikit-sedikit, sudah bisa naik turun-tangga walau sambil meringis. Kakak sudah kembali ke aktifitasnya walau dengan tangan dibebat. Meskipun masih sakit, Kakak sudah memaksakan diri bekerja demi keluarga kecilnya. Semoga Kakak sehat selalu, dimudahkan mencari rizki yang halal dan berkah, dijauhkan dari hal-hal yang buruk, dan selalu diberikan kesempatan untuk terus berbuat kebaikan. Love you, Kakak.

Yah, semoga selalu untuk selamanya :-*


Pademangan Barat, Jakarta Utara
30 September 2012 M - 01:27PM

1 komentar:

  1. subhanallah, semoga Allah senantiasa menayungi keluarga yang senantiasa tabah...
    Barakallah, doaku takkan pernah berhenti...

    BalasHapus

Hatur tengkyu atas kunjungan silaturahimnya.
Orang keren pasti koment ˆ⌣ˆ