Sebenarnya saya tidak begitu yakin ini bisa dikatakan pengalaman berharga, namun yang jelas, hal ini telah mengubah pola pikir saya selama ini yang selalu patuh dan penurut dengan semua budaya keluarga besar dari kalangan kami.
Jujur, saya sendiri adalah korban ‘kekerasan’ dari budaya keluarga kalangan kami. Keinginan saya untuk kuliah ditentang habis-habisan hanya karena saya seorang perempuan. Setelah lulus MA Raudlatul Ulum, saya diberi pilihan untuk menikah oleh Ayah dengan kerabat sendiri. Ayah tidak mau saya menikah dengan orang lain di luar komunitas kami. Sehingga, tidak aneh kalau di komunitas kami, masyarakat Madura, semuanya masih mempunyai hubungan rantai kekerabatan yang sambung-menyambung dari kedua belah pihak.
Saya tidak menyetujui keinginannya dan mencari cara agar bisa tetap tinggal di pesantren. Ibu tidak setuju dengan Ayah tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Beliau hanya menyarankan agar saya patuh –seperti yang biasa saya lakukan terhadap perintah Ayah- dan selanjutnya nanti tinggal cerai saja. Semudah itu pemikiran mereka yang tidak bisa saya terima.
Di kalangan kami, masyarakat Madura, pernikahan berbeda suku, menikah satu suku tetapi tidak memiliki hubungan kekerabatan, wanita sekolah tinggi, wanita aktif di organisasi, wanita sibuk di luar rumah, adalah dianggap tabu. Para wanita dari kami, sudah biasa dijodohkan sedari kecil dan dinikahkan di bawah umur serta menikah dan cerai. Begitu mudahnya kalangan kami untuk nikah dan cerai. Sangat biasa bagi kami, fenomena menikah sehari, tiga hari, seminggu, lalu kemudian cerai. Malah ironisnya, pemuda yang kawin cerai berkali-kali malah mendapatkan image positif. Tinggal di kota besar tidak menghapus paradigma ini dari budaya para orang tua kami.
Yang saya alami menciptakan impian terbesar bagi saya dan juga keberanian untuk memulai suatu dobrakan atas tradisi yang mengungkung kaum kami. Saya akan berusaha keras untuk bisa kuliah bahkan siap bila harus sambil bekerja. Apalagi melihat perekonomian keluarga yang semakin menurun, sehingga saya berpikir kalau saya buru-buru menikah, itu tidak memberi sumbangsih apa-apa untuk keluarga saya dan tidak membuat saya menjadi berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hatur tengkyu atas kunjungan silaturahimnya.
Orang keren pasti koment ˆ⌣ˆ