Senin, Maret 15, 2010

Dua Cincin, poligami dan keikhlasan [bersyarat]

Bismillahirrohmanirrohiim...


Saya baru tahu klip video lagu ini kemarin di salah satu acara musik di televisi. Saya sempat tercenung. Ada perasaan berbeda dengan saat dulu saya mendengarkan lagu ini hanya sepintas suaranya saja. Saat melihat klip ini, saya melihat metafora yang disampaikan tidak biasa, setidaknya untuk saya. Entahlah. Mungkin saya hanya terbawa perasaan, ketika saya melihat itu saya jadi teringat pada seorang ikhwan yang telah memberanikan diri menyatakan ingin mengkhitbah saya dan menjadikan saya sebagai teman belajar menggapai ridloNya.

Pernyataan itu sudah lama, sekitar beberapa bulan yang lalu. Dan minggu-minggu ini, dia bercerita diminta untuk menikahi salah satu putri Kyai di Pesantren tempat ia nyantri. Saya bilang, itu bagus. Saya yakin dia lebih segalanya dari saya, seorang Ning yang benar-benar murni dibesarkan di lingkungan pesantren, pandai agama, pintar memasak, ibadahnya terjaga. Lalu apalagi yang kurang? Hanya seujung kuku kalau membandingkan saya dengan dia. Dia bilang, dia belum bisa menempatkan orang lain di hatinya. Banyak akhwat cantik dan cerdas tapi dia terlanjur memilih saya. Ah, padahal apa yang dilihat dari saya? Dan apa pula yang membuatnya begitu yakin memilih saya, padahal interaksi di antara kami sangat jarang. Saya tidak lagi hoby chatting mengingat yang mengajak chat biasanya kaum Adam dengan pembicaraan ngalor-ngidul nggak ada juntrungannya.


Lalu saya tanya padanya, apa yang ia lakukan saat dipanggil keluarga ndalem berkali-kali seperti itu? Ia pun bercerita bahwa berkali-kali ia dipanggil ke ndalem, berkali-kali pula ia menolak dengan bahasa yang halus, menyertakan alasan belum siaplah, mau melanjutkan sekolah lagilah, dsb. Oleh keluarga ndalem dibujuk, tidak akan dinikahkan sekarang, akan dibiayai sekolah lagi ke S2, pokoknya agar tidak jauh dari pesantren dan mengabdi dengan mengajar di pesantren. Dan akhirnya keluarga ndalem tetap berharap, bahkan Kyai sepuhnya berdawuh, "bila orang tua Ning itu tetap bersikukuh ingin kamu menjadi menantunya, maka kamu tidak boleh menolak!" Dan sebagai santri sama sepertinya saya mengerti, titah Kyai serupa sabda bagi kami sebagai santri. Dan saya benar-benar paham kegundahannya, antara mematuhi perintah guru untuk menikah dengan orang yang sama sekali belum pernah ia lihat dan ia kenal yang berarti membayangkan kehidupan berumahtangga selanjutnya yang harus lebih keras lagi berusaha saling mengenal. Atau menuruti pilihan hati yang itu berarti membantah perintah guru yang -dalam keyakinan kami- bisa mengakibatkan ilmu tidak barokah. Lalu saya memaksa diri lebih bijak melihat masalahnya, meyakinkannya bahwa Ning yang dipilihkan Kyainya lebih baik untuknya. Dia tetap keukeuh dan justru menyodorkan saya pertanyaan yang cukup membuat saya tercengang. "Apakah kamu mau dimadu? Dipoligami? Saya mau menikah dengannya tapi saya juga harus menikah denganmu." Wuahh... Berat memang. Tanpa saya jawab, dia sudah berkata lagi, "kamu nggak bisa jawab, kan? Saya yakin kamu nggak akan mau dan belum tentu Ning itu juga mau."

Dan inilah metafora yang saya lihat dan saya rasakan di Klip Video Hello, Dua Cincin tersebut; tentang Poligami dan Keikhlasan [bersyarat]. Berat menjalaninya, paling tidak oleh salah satu pihak.

"Menikahlah dengan yang lain.."
"dapatkan keturunan dari dia.."
"aku akan tetap mencintaimu.. lebih.."
"kumohon..."

Sekelumit dialog yang saya baca ketika saya melihat video musiknya. Saya teringat apa yang ditulis Kang Abik ketika tokoh Anna menceritakan dua syarat pernikahannya kepada Furqan. Saya teringat juga dialog yang antara Sultan Hamengkubuwono X dan Andi F Noya dalam acara Kick Andy beberapa tahun yang lalu di Metro TV. Ketika itu Andi F Noya menanyakan kenapa Sultan tidak mengambil istri lagi padahal posisi dari Sultan sangat memungkinkan untuk mengambil istri lagi. Sultan dengan suara yang datar dan kalem, mengatakan beliau tidak melakukan itu karena tidak ingin anak-anaknya menjadi mengalami apa yang beliau alami sebagai produk poligami. Mestinya ketika beliau menyebut sebagai produk poligami ada sesuatu yang tidak sesuai dengan nuraninya atau entah saya tidak tahu. Sebagai perempuan saya sangat mengagumi sikap ini bukan hanya berpandangan sempit untuk diri sendiri.

Saya katakan padanya, kenapa harus ragu? Sedangkan sejak mula ia utarakan niat untuk serius pada saya, saya jelas-jelas mengatakan TIDAK BISA karena saya masih haram dikhitbah orang lain. Juga saya menolak ia sering-sering menghubungi saya untuk menjaga agar tidak ada perasaan yang dalam tumbuh di hati saya kepadanya yang belum tentu menjadi jodoh saya. Dan entah sekarang keputusan akhirnya bagaimana karena ia juga belum dikabari lagi. Andai ia tak bisa menolak lagi, saya berdoa dengan kesungguhan hati saya, semoga ia bahagia dan benar-benar bisa mencintainya lebih dari saat kepada saya dahulu. Amin.

Tak mampu aku
Menahan sakit hatiku
Lihatmu kau madu

Beribu cara telah ku coba
Tapi apa daya ku tak kuasa
Kau menginginkannya

Tak bisa jari-jariku
Terima dua cincin
Dari hatimu dari cintamu
Dan tak bisa perasaanku
Berbagi kasih dengan dirinya
Dari cintamu

Dan tak bisa perasaanku
Berbagi kasih dengan dirinya
Dari cintamu

Tak mampu aku

(Hello, Dua Cincin)


 -- Thiya Renjana --
Bandung, 15032010/11:23 AM
: di sela-sela waktu dinas.


1 komentar:

  1. Klo sampean suka sm dia knpa g' di terima aja...
    Bukannya sampean tidak menentang poligami.
    iya sih sampean py ikatan, tp kan sampean g' yakin
    ama ikatan yg sekarang, ya stidak-y sampean
    memberi kesempatan lah sm orang ini.
    lagi pula sampean py impian py misua sholeh
    dan briman, sy yakin org ini beriman apalgi
    sampe' di lamar kiayi-y untuk di jadikan menantu.
    berarti itu suatu ke istimewaan tersendiri..

    BalasHapus

Hatur tengkyu atas kunjungan silaturahimnya.
Orang keren pasti koment ˆ⌣ˆ