Bismillahirrohmaanirrohiim...
Belakangan ini saya menyadari pentingnya punya teman, khususnya perempuan. Betapa tidak nyamannya sendirian. Kemana-mana sendiri seperti orang hilang. Misalnya belanja ke pasar atau ke pengajian umum di masjid, tidak ada yang bisa diajak diskusi saat memilih. Apalagi saat ada event Seminar Kesehatan "Kenali, Hindari, & Cegah KANKER SERVIKS" hari Sabtu besok, saya sangat tertarik, apalagi bila kita mengajak 5 orang maka gratis bea masuk untuk satu orang. Tapi saya bingung hendak mengajak siapa? Jangankan 5 orang, satupun juga tak ada. Nggak ada temannya.
Belakangan ini saya menyadari pentingnya punya teman, khususnya perempuan. Betapa tidak nyamannya sendirian. Kemana-mana sendiri seperti orang hilang. Misalnya belanja ke pasar atau ke pengajian umum di masjid, tidak ada yang bisa diajak diskusi saat memilih. Apalagi saat ada event Seminar Kesehatan "Kenali, Hindari, & Cegah KANKER SERVIKS" hari Sabtu besok, saya sangat tertarik, apalagi bila kita mengajak 5 orang maka gratis bea masuk untuk satu orang. Tapi saya bingung hendak mengajak siapa? Jangankan 5 orang, satupun juga tak ada. Nggak ada temannya.
Sering saya bertanya-tanya, kenapa saya belum juga punya teman padahal saya tinggal di daerah ini sudah hampir tiga tahun. Awalnya menurut saya penyebabnya karena:
1. Saya jarang berada di rumah. Selama 10 jam setiap hari saya duduk sendirian di pojokan menatap layar monitor PC di rumah bibi sambil curi-curi buka situs jejaring sosial ini itu di internet. Berangkat jam 07:30 AM dan baru pulang sekitar jam 05:00 - 05:30, lalu sampai ke rumah sudah adzan Maghrib. Makan sebentar dan setelah itu saya tidak keluar kamar lagi hingga ba'da Isya.
2. Karena saya tidak punya kegiatan kumpul-kumpul apapun yang bisa mempertemukan saya dengan orang-orang baru seumuran saya.
3. Saya jarang keluar rumah sehingga tidak hafal jalan. Dan tidak tahu informasi apapun di lingkungan saya tinggal.
Tapi rupanya sekarang saya menyadari satu gejala penyakit lain yang sepertinya sudah parah. Penyakitnya sederhana. Sangat sederhana. Yakni karena saya terlalu minder. Saya benar-benar menjadi pribadi yang lain pasca out dari PPs dua tahun lalu. Saya menjadi takut bertemu dan berbicara dengan orang baru. Bukan hanya laki-laki, tapi bahkan juga terhadap perempuan. Terlebih dengan orang-orang yang penampilannya cantik, rapi dan wangi. Kemarin saja ada tetangga bertamu, perempuan, cuantik buangep (menurut saya). Dia menyapa saya, mengajak saya ngobrol. Tapi apa yang saya lakukan? Saya justru menjawab ala kadarnya sambil gelisah berdoa semoga dia lekas-lekas pulang. Kebangetan ya? Seharusnya ini kesempatan saya punya teman. Tetapi saya belum bisa mengendalikan penyakit ini. Saya bisa lancar mengetik dan mengeluarkan isi kepala saya di blog ini tapi tidak bisa berbicara dengan orang lain selancar itu. Setiap bertemu orang baru, saya hanya bisa menunduk dan kehilangan suara.
Seringkali ketika saya harus berangkat kerja sendiri karena tak ada yang mengantar, saya sudah rapi. Sudah memermak diri, sudah merasa layak menghadapi hari. Tapi saat berjalan di luar rumah lagi-lagi penyakit saya itu kambuh. Saya selalu mempercepat langkah saya. Ingin segera sampai ke tempat tujuan. Saya berjalan cepat sambil menunduk dan lebih memilih melewati gang-gang sempit yang sepi. Rasanya malu sekali bertemu dengan orang lain walaupun tak saling kenal. Apakah ini penyebab saya tidak punya teman atau justru karena tidak punya teman yang menyebabkan rasa minder saya ini?
Sepertinya saya perlu salon kepribadian...
Lalu sampai kapan saya bisa punya teman? Entahlah. Terkadang saya berpikir lebih baik punya teman hidup saja. Biar sekalian. Ada teman siang malam dan bisa menemani saya kemanapun lagi halal. Dan sering saya melihat info profile kawan di FB, yang status relationshipnya berubah menjadi menikah dengan Fulanah, berpacaran dengan si Anu, bertunangan dengan si Fulan. Tidak sedikit yang tidak sesuai kenyataan. Yang ini kalau ditanya kenapa mengubah status seperti itu pasti jawabnya, "buat lucu-lucuan ajah" atau "biar keliatan laku." Memangnya ada apa dengan status single? Bukannya single lebih memungkinkan kita membuka pangsa "pasar". Apa single berarti tidak laku? Di umur sekian belum menikah apa berarti tidak laku? Kayak dagangan aja laku nggak laku. Mulai sirik kah? Heuheu, jujur saja iya. Saya sering membayangkan kapan status relationship saya berubah menjadi with Mr. ABCDEFGH. Bukan seperti sekarang yang bertunangan tapi tanpa embel-embel 'with'. Agar saya tidak lagi sendirian. Agar tidak lagi ada PM-PM yang mengajak ta'aruf.
Akan tetapi kata sahabat saya, menikah itu nggak cukup 'pengen' tapi menikah itu juga kudu 'siap'. Menikah itu masalah waktu dan takdir. Katanya harus tetap usaha, usaha seperti apa? Mengajak tiap orang yang kita pacarin menikah? Atau ikut biro jodoh? Hmm... jadi mempertanyakan usaha seperti apa sih yang membuat kita bertemu jodoh???
Halah, bicara soal cinta dan jodoh memang tak pernah ada habisnya. Tapi kenapa saya malah sering sekali membahasnya? Seperti sekarang ini, dari membahas minder, teman, ngelantur sampai ke teman hidup. Bukan. Bukan karena saya sudah kebelet atau apa pun itu namanya. Saya hanya berpikir bahwa hanya itu tujuan hidup paling realistis yang saya punya sekarang. Setidaknya, dengan menikah saya berharap bisa menjadi jalan menuju cita-cita saya, kuliah-entrepreneur-menulis. Juga semoga menjadi jalan mewujudkan wishlist.
Soalnya saya ini aneh, sudah sedewasa ini masih ketar-ketir menentukan tujuan hidup. Waktu ditanya lagi apa cita-citanya malah bengong. Menikah dengan direktur kaya raya? Ya, biar nggak repot. Yakin apa, ada direktur kaya raya yang mau?
Tentu saja tidak hanya dengan menikah kalau untuk mencari jalan merealisasikan wishlist. Saya seharusnya bangkit. Mencari-cari informasi dan peluang walau untuk sekarang hanya bisa melalui internet. Juga harus mulai memberanikan diri mengirimkan lamaran ke sana-sini. Saya harus kerja di tempat yang memungkinkan saya bisa bersosialisasi, bisa kenal banyak orang baru sesama karyawan. Bisa belajar dari karakter yang berbeda-beda dari orang-orang yang akan saya temui nanti. Dan saat ini saya sedang mengincar beberapa pabrik dekat rumah untuk bisa bekerja di sana.
Tapi tak semua mendukung. Keluarga besar saya -di luar keluarga inti- sering mengolok-olok saya. Katanya perempuan sudah bertunangan seperti saya ini tidak pantas keluaran, tidak pantas punya banyak teman, dan tidak perlu bekerja. Cukup di rumah saja, belajar masak, belajar mengurus rumah, sambil menunggu kapan hari pernikahan itu tiba. Tahu kan sikap saya selanjutnya? Saya menyerah kalah. Duduk lagi di meja server dan tenggelam di meja berantakan saya dengan semangat menghubungi personal pabrik yang sudah menguap. Tidak jarang status tunangan saya yang tidak jelas ini menjadi penghalang saya melakukan kegiatan apa-pun dan menjadi bahan lelucon keluarga besar saya. Buat mereka itu kalimat lucu, buat saya itu pukulan.
Saya mesti berani, saya mesti punya kegiatan, saya mesti punya teman, saya mesti punya pacar, saya mesti punya tunangan, saya mesti married, saya mesti... saya mestinya nggak kayak gini!!
~ Thiya Renjana ~
Bandung, Jawa Barat
Kak Roni : "Kamu itu harusnya punya pacar lagi, biarin sembunyi-sembunyi juga, ketemuan di luar rumah, suruh minta antar ke tempat kerja. Minta antar kemana-mana kamu mau. Tunangan ya tunangan, pacar ya pacar. Hari gini kok setia amat, padahal banyak peluang untuk punya banyak pacar.
Kawan : "Masih banyak ikan di laut"
Kawan yang lain : "Lelaki di Indonesia ini ada jutaan apalagi ditambah ama yang di luar negeri, itu buaaaaaaanyaak, dan kita cuma butuh satu kan".
Saya : "................................................"
Cerita yg lumayan panjang, br selesai baca.....
BalasHapusPanjang karena tulisannya gede-gede :h:
BalasHapus:d: ungkapan yang eksotik. hehehe
BalasHapussetelah baca ini, maka aku bersyukur karena kadang aku bisa mengantarmu.
ihik ihik jangan sedih deh, ntar gga di kasih permen nich!
walau kadang orang ini suka ngeselin. :P
BalasHapusMasa anak baik kayak saya suka ngeselin??? :k:
BalasHapus