Rabu, September 14, 2011

Minum Racun Yang Dijadwal

Bismilahirrohmaanirroohiim....



12 tahun. 1 MTs. Saya tidak ingin beranjak dewasa saat itu. Ingin tetap kelas 1, ingin tetap jadi anak bawang yang paling diperhatikan oleh seantero sekolah. Baru saja saya berkedip. 23 tahun. Mengapa tiba-tiba saya sudah begini tua? Tua oleh waktu.. Tua oleh perasaan. Lalu harus merasakan dipaksa menikah dengan orang yang tidak diharap. Apakah meraka kehabisan orang yang sesuai dengan keinginan saya yang tak muluk-muluk? Kadang iri melihat mereka yang seia sekata dan saling direstui orang tua.


Dulu, bagi saya semua itu sampah. Dampak mendramatisasi hidup yang sebenarnya dibikin-bikin sendiri. Sakawnya manusia-manusia bumi yang kecanduan tragedi. Namun kini saya merasa ada kedekatan batin dengan semua kisah dan orang yng terlibat di dalamnya, yang dulu saya sebut malang dan bodoh itu.

Di kamar, tak ada lagi yang dapat saya lakukan selain duduk memeluk bantal hati besar, dan terus menangis. Saya ingin membiarkan semuanya lepas. Saya butuh poelampiasan tapi tak tahu harus marah pada apa atau siapa. Saya kerap tergoda mengamuk di dunia maya, menulis status kemarahan puas-puas tapi sia-sia sebab mereka yang tak memiliki hati samudera tidak berada di sana. Tak pantas kawan-kawan tahu. Tapi kepenatan itu. Tubuh saya masih cukup peka untuk memberikan sinyal bahwa saya tidak mampu menanggung semua. Karena itulah saya menangis. Bagaimanapun, kepedihan ini tetap terasa tajam. Menjadikan saya terisak dan tersengal sampai lemas. Tapi saya harus membiarkan semua ini lewat...kembali bersih..tercuci... Diri saya diciptakan bukan untuk jadi tempat sampah yang menampung keusangan.

Kupikir, penantian ini adalah konsekuensi cita-cita. Bertahun-tahun dimuntahi pemaksaan mereka yang tiada habis. Tidak pernah ada tahu, bukan? Saya harus memintal sendirian kisah-kisah. Yang tak ditemu ujung purna, sebelum takdirku tiba. Saya mencoba percaya. Menggenggam hati-hati rindu walau setengah tak berdaya. Tapi apakah ada yang bisa merasakan? Seberapa tahan saya dicekoki pemaksaan tentang pernikahan sembilan kali sehari berbulan-bulan? Ini sudah seperti minum racun yang dijadwal. Terpaksa juga kuhirup dan telan pelan.
Sering heran. Sebenarnya menikah adalah urusan saya, kenapa kerap orang di luar keluarga saya yang tapeggeh, sibuk, ribut, dan sakit perut???

 Bandung, 14092011
 

4 komentar:

  1. Diri kita bertanggung jawab sepenuhnya untuk bagaimana cara kita menangani setiap permasalahan yang sedang kita hadapi.

    Siapa yang mempersulit permasalahan dalam kehidupannya; maka,Permasalahannya tersebut akan mempersulit dirinya dalam penyelesaiannya.

    Sukses selalu.
    Salam
    Ejawantah's Blog

    BalasHapus
  2. Wah... masalah pernikahan... entahlah. ^^

    BalasHapus
  3. Assalamu'alaikum wr.wb.
    Saya sangat mengerti apa yg km rasakan...
    Saya cuma bisa kasih masukan, setiap kita punya masalah solusinya ada 6 langkah yg mesti kita lakukan yaitu :
    1. Berwudhu
    2. Sholat Tahajud
    3. Baca Al-Qur'an
    4. Berdo'a
    5. Berserah diri (Pasrah)
    6. yang terakhir Bersedekah.
    Insya Allah klo semua langkah ini dilakukan, kita cepet dapet solusi dari masalah km.
    Wassalamu'alaikum wr.wb.

    BalasHapus
  4. @Ejawantah's Blog: insyaAllah, Kak.. Terima kasih yah

    @Asop: heheu... masalah manusia bumi

    @Majelis Tawassul: terimakasih.. nsaihat begini yang saya butuhkan :)

    BalasHapus

Hatur tengkyu atas kunjungan silaturahimnya.
Orang keren pasti koment ˆ⌣ˆ