Rabu, Februari 16, 2011

Man Shabara Zhafira | R3W

Bismillahirrohmaanirrohiim.

Buku ini dihadiahkan oleh Bos saya tanpa jelas dalam rangka apa. Seperti buku sebelumnya, Negeri 5 Menara, nyaris setiap kalimat selalu memotivasi. Inspiratif. Tidak berlebihan acara "Kick Andy Show" membahas tentang buku Negeri 5 Menara di salah satu stasiun televisi swasta. Kalau di Negeri 5 Menara menanamkan mantra "Man Jadda wajada" maka di sini ada mantra "Man Shabara Zhafira". Di buku Ranah 3 Warna ini gaya berceritanya masih serupa dengan buku sebelumnya. Tentu saja. Karena Ranah 3 Warna memang lanjutan dari skuel buku sebelumnya. Lanjutan dari kisah Alif yang lulus dari pondok Madani dan melanjutkan study di kota saya, Bandung! Hehe ^_^

Ada banyak sekali kalimat yang saya tandai di buku ini. Di antaranya:

‎~ "Siapa saja bisa juara kalau tidak menyerah" [R3W, page:24]

~ nasihat Imam Syafi'i, "berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang." Jangan menyerah. Menyerah berarti menunda masa senang di masa datang. [R3W, page:26]

~ Man yazra' yahsud, siapa yang menanam akan menuai yang ditanam. [R3W, page:30]

~ Walau hanya berbisik di hati, rupanya Tuhan selalu Maha Mendengar. [R3W, page:32]

‎~ "Alif, bagiku belajar adalah segalanya. Ini perintah Tuhan, perintah Rasul, perintah kemanusiaan. Bayangkan, kata-kata pertama wahyu yg diterima Rasulullah itu adalah iqra. Bacalah." [R3W, page:34]

~ Aku akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa hidup itu masalah penyerahan diri. Kalau aku sudah bingung dan capek menghadapi masalah tekanan hidup, aku praktikkan nasihat Kiai Rais, yaitu siapa yang mewakilkan urusannya kepada Tuhan, maka Dia akan 'mencukupkan' semua urusan kita. 'Cukup' kawanku. Itu yang seharusnya kita cari. Apa artinya banyak harta tapi tidak pernah merasa cukup? Itulah janji Tuhan bagi orang yang tawakal. Aku ingin tawakal sempurna. Aku ingin dicukupkanNya segala kebutuhan. [page:35]

~ Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Jangan lupa menjaga nama baik dan kelakuan. Elok-elok menyeberang. Jangan sampai titian patah. Elok-elok di negeri orang. Jangan sampai berbuat salah. [R3W, page:41]

~ Iza shadaqal azmu wadaha sabil, kalau benar kemauan, maka terbukalah jalan. [page:111]

~ man jadda wajada: siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses. Man shabara zhafira: siapa yang bersabar akan beruntung. man sara ala darbi washala: siapa yang berjalan di jalannya akan sampai ke tujuan. [page:132]

~ Aku anak kampung yang miskin, tapi tidak mengenal kemiskinan akut perkotaan. Sesusah-susahnya aku hidup di kampung, kami punya baju layak dan selalu ada sanak saudara yang akan memberi sekedar makan
[page:161] —Nah, ini jawaban atas pertanyaan kenapa banyak banget yang miskin di desa tapi ada yang tetap leha-leha ada yang kerja banting tulang—

~ Bahwa meminjam itu lebih berbahaya daripada meminta. Begitu kita meminta, apapun obyeknya, pasti telah diputuskan untuk diberikan oleh yang punya. Semua terang benderang. Ada ijab dan kabul. Ada yang ikhlas memberi dan ada yang ikhlas menerima. Tapi ketika sesuatu dalam status dipinjam, tidak ada kata putus di sana. Mungkin selalu ada benih konflik yang ikut tertanam bersama meminjam. Dia bisa beracun dan laten. [page:172]

~ Segala sesuatu ada waktunya. Aku ikhlaskan tangan Tuhan menuntunku meraih segala impian ini [page:461]

~ Jarak antara sungguh-sungguh dan sukes hanya bisa diisi dengan sabar. [page:468]

***

Negeri 5 Menara dan Ranah 3 Warna diadopsi dari kisah nyata dengan pengembangan, penulisnya menyebutnya sebagai kenangan dalam kerja keras meraih cita-cita. Tokoh-tokoh dalam novel itupun terinspirasi dari orang-orang yang juga nyata.

Dalam Negeri 5 Menara diceritakan sebelum maghrib mereka berenam suka sekali duduk-duduk di bawah menara masjid. Ketika melihat awan-awan senja berarak, yang seolah nampak di mata mereka adalah benua-benua besar yang suatu saat nanti akan mereka kunjungi: Amerika dan Eropa. Sungguh Tuhan Maha Mendengar, akankah mimpi anak-anak muda itu terwujud?

Raja alias Adnin Armas. Selepas lulus jadi ustad setahun. Menyelesaikan S1 dan S2 di malaysia. Pernah jualan martabak bikinan istri atau baju muslim di emperan mesjid dan pasar untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Aktif mengajar di kampus, menulis buku, dan menjadi pembicara di beberapa seminar. Sekarang sedang menuntaskan studi S3, juga di Malaysia.


Atang alias Kuswandani. Seorang yang sangat menyukai seni. Pernah ingin sekali ke ITB jurusan arsitektur. Tapi tak jadi karena pengaruh temannya yang memintanya mendalami ilmu agama. Dan pada akhirnya, dia memutuskan juga ke gontor, walaupun orang tuanya merasa sangat terkejut. Selepas lulus, jadi ustadz selama setahun. Lalu melanjutkan studi di Universitas Al-Ahzar, Mesir. Ada kata-kata sakti yang begitu dia ingat dari gurunya yang mengutip kata-kata Muhammad Iqbal dari pakistan: Hidup adalah bergerak dan diam adalah kematian. Cita-citanya sederhana: bermanfaat bagi orang lain dan memahamkan orang yang belum paham. Itu saja.

Dulmajid alias Mohammad Munib. Berasal dari Madura. Mengaku pernah jadi orang miskin, tapi masih bisa tertawa. Profesi orang tuanya, seperti halnya orang madura perantauan yang lain, hanya berdagang rongsokan besi bekas. Pernah bercita-cita jadi diplomat. Suatu saat pernah disuruh ayahnya untuk keliling jakarta agar tahu beda orang yang terdidik dan tidak. Karena saking inginnya kuliah, pernah kuliah di Universitas Indonesia dan Universitas Tarumanegara walaupun tidak pernah tercatat sebagai mahasiswa. Menyelesaikan master di Universitas Paramadina jurusan politik islam. Menyimak penuturannya, mengingatkan kita dengan kisah Rancho dan dua sahabatnya di film 3 idiots. Sangat mengharukan.

Baso alias Ikhlas Budiman. Orang aneh karena apapun bisa dihapal dengan cepat dan bisa menjelaskannya kembali dengan sangat rinci. Bercita-cita ingin sekolah di negeri arab. Tapi karena hampir saja menyerah, akhirnya sempat punya pikiran untuk berjalan kaki saja ke sana. Setelah berdoa, Baso mendapatkan ide untuk belajar dulu pada Kang Jalal di Bandung. Dari sanalah akhirnya dia bisa mendapatkan beasiswa dan menuntut ilmu ke negeri Iran. Walau tak sampai tamat di Gontor, ada satu kutipan menarik dari tokoh ini bahwa menuntut ilmu itu sepanjang waktu, sampai ke liang lahat, tidak boleh berhenti walaupun sudah mendapatkan gelar.

Said alias Abdulkadir. Motivator sejati yang ketika teman-temannya tadi dihukum menjadi jasus selalu saja menumbuhkan semangat dengan kalimat: Sesuatu yang tidak membunuh kamu, itu memperkuat kamu.

Alif alias Ahmad Fuadi. Tokoh utama kisah ini awalnya ingin jadi teknokrat seperti Habibi. Tapi karena ibunya berkeras agar anaknya belajar ilmu agama, alif pasrah, dan terpaksa jadi santri di pondok pesantren gontor, jawa timur. Tapi aneh, belakangan Alif justru bersyukur diarahkan emaknya ke sana. Dari tempat itulah dia belajar tentang nilai-nilai kehidupan yang sampai dewasa selalu dia ingat: siapapun kita, kalau bersungguh-sungguh, bekerja keras, berdoa keras, dan Ikhlas, insyaAllah Allah itu selalu Maha Mendengar. Bermimpilah setinggi-tingginya jangan pernah remehkan impian kita, setinggi apapun. Sungguh Tuhan itu Maha Mendengar. Itu dua kuncinya. Man Jadda wa Jada dan Impian.

*)sumber dari video "Kick Andy"


Rupanya di Ranah 3 Warna ini Alif menemukan pengganti sahabat dan kerabat baru tanpa melupakan sahabat lama. Ini seperti nasihat Imam Syafi'i: merantaulah maka kau akan mendapatkan kerabat dan sahabar baru.

Dan di Ranah 3 Warna juga ada tokoh-tokoh yang memang nyata ada. [sumber: Twitter saya :D]


Dan kejadian-kejadian dari kehidupan nyata. [sumber: fanpage FB Negeri 5 Menara]

Tahun 1988. Lokasi: Pondok Modern Gontor, Ponorogo. Foto bersama dengan teman kelas 1. Spanduk kami satu-satunya yang berbahasa Perancis. Tujuh tahun kemudian, siapa sangka saya mengecap pengalaman tinggal di St-Raymond, kota berbahasa Perancis. Tuhan suka memberi kejutan-kejutan indah.

Tahun 1995. Lokasi: Roman Theater yg berumur hampir 2000 tahun, di pusat kota Amman, Yordania. Pohon cypress dan kurma melambai-lambai berdampingan di kejauhan. Pakaian: Attire One, dengan lambang Garuda di Jantungku.

Musim dingin 1995. Lokasi: St-Raymond, Quebec. Berfoto bersama orang tua angkat yang sangat baik, Mado dan Ferdnand. Saya memakai peci hitam dengan emblem garuda tersemat di ujungnya.

Musim dingin tahun 1995. Lokasi St-Raymond, Kanada. Pulang kerja mengayuh sepeda dari stasiun TV menuju Rang Notre Dame, rumah orang tua angkat yang baik banget.

Musim dingin 1995. Lokasi: St-Raymond, Quebec. Bersama teman-teman satu grup. Yang menginspirasi tokoh Franc yg berdiri paling kanan dg jaket jins. Anak Quebec asli.

Subhanallah... Bikin mupeng banget dah :)

***

Saya angkat topi untuk Bang Fuadi, buku-bukunya membangunkan kembali keinginan lama saya untuk kuliah. Setelah membaca Ranah 3 Warna saya ingin menikah dengan suami yang mau menyekolahkan saya lagi. Setidaknya, mengijinkan saya untuk mengikuti kajian keilmuan di sekitar rumah kelak. Siapa ya?? :D

Terakhir, saya teringat satu nasihat dari Muadz bin Jabal radhiyallahu'anhu setelah membaca buku-buku ini. "Pelajarilah Ilmu, karena mempelajarinya karena Allah adalah khasyah, Menuntutnya adalah ibadah, mempelajarinya adalah Tasbih, mencarinya adalah Jihad, Mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahui adalah Shadaqah, menyerahkan kepada ahlinya adalah Taqarrub. Ilmu adalah teman dekat dalam kesendirian dan sahabat dalam kesunyian." - Muadz bin Jabal radhiyallahu'anhu.

Saya akan dengan senang hati dan sabar menunggu edisi ketiga dari trilogi buku-buku ini :)

~ Thiya Renjana ~
Bandung, 15022011
#Ngeteh bareng Ranah 3 Warna :)
#Ohya, selamat Maulid, semoga menjadi UmatNya yang luar biasa ^^

5 komentar:

  1. kalo dulu pertama Pancasila, terus Trisila, terus Ekasila. saya menunggu rumusan ekasila-nya trilogi novel a fuadi nih, jadi penasaran…

    BalasHapus
  2. wah bagus juga ternyata, sayang belom baca :D
    BTW, makasih ya sudah menyertakan pesan dari Muadz bin Jabal radhiyallahu'anhu
    assalamu'alaikum

    BalasHapus
  3. waalaikum salam w2
    terima kasih kunjungannya untuk semuanya.. salam blogger :)

    BalasHapus

Hatur tengkyu atas kunjungan silaturahimnya.
Orang keren pasti koment ˆ⌣ˆ