Minggu, April 15, 2012

Bapak

.Pada akhirnya,
orang yang
tidak saya mengerti adalah diri saya sendiri...

Bismillahirrohmaanirroohiim...

Biarkan saya bertutur tentang dia. Seseorang yang tidak pernah saya mengerti sesungguhnya. Orang yang memikul beban berat seumur hidupnya. Namun terlambat dihargai sepenuhnya.

Ini kisah tentang Bapak saya. Bukan kisah hidupnya, tapi kisah kegagalan saya menghargainya.


Bapak adalah laki-laki sesungguhnya. Penafkah ulung yang bekerja keras sepanjang hidup, melakukan segala sesuatu sesuai standard kesempurnaannya. Jika sesuatu layak dilakukan, ia harus dilakukan dengan benar. Seorang perfeksionis.

Allah menganugerahinya dengan karisma luar biasa. Bapak sangat dihormati kerabat dan tetangga sesama masyarakat Madura utamanya yang sekampung dan sekitarnya. Tak jarang, bila ada masalah apa-apa, mereka datang ke Bapak meminta bantuan saran dan jalan keluar.

Sambil ia memanggul sebuah keluarga besar: seorang istri calon penghuni surga, dan empat anak pemberontak yang sedetikpun tak berhenti memberinya masalah berat.

Bapak paling sering mengeluh sakit kepala. Bisa jadi karena perokok berat, peminum kopi hitam kental pekat sejati, dan kebanyakan beban pikiran. Namun mungkin, cobaan terberat yang pernah ia terima tak lain adalah anak-anak yang tidak mengerti dia.

Ketika kekerasan hatinya saya terjemahkan sebagai Bapak yang pemarah.
Ketika larangannya saya artikan sebagai Bapak yang tidak mau mengerti.
Ketika perintah-perintahnya saya tangkap sebagai Bapak yang kejam dan otoriter.
Ketika niatnya untuk berbincang akrab tidak saya indahkan karena rasa tidak nyaman tanpa alasan yang menyungkupi tempurung pikiran saya sendiri.
Ketika keinginannya akan kesempurnaan saya uraikan sebagai Bapak yang sulit dipuaskan.

Sekarang Bapak sedang lemah dirawat di ruangan Zaytun no 17 RSUD al-Ihsan Baleendah Bandung. Melepaskan segala kegagahannya dan ketegasannya seperti biasa dulu ia sandang. Didera gejala struk karena darah tinggi yang sudah lama diidapnya. Dan sedihnya saya belum bisa membantu apa-apa untuknya, bahkan masih meraba-raba dari mana mencari uang untuk biaya perawatan Bapak di RS ini. Sembuhkan Bapak segera, Tuhan! :(


Saya menangis tak berhenti ketika menuliskan ini. Sambil susah payah mengatur nafas, mengimbangi sesak yang kian mengilu memeras dada. Berkali-kali saya harus berhenti, untuk tersengguk keras bagai bocah kecil putus asa. Karena saya tidak pernah sanggup berkisah tentang dia. Saya kerap menunggu. Berharap mungkin kelak, ketika sisi manusia saya sudah bertumbuh lebih kuat, saya akan menuliskannya. Dan itu akan jadi pencapaian terbesar yang pernah saya buat.

Karena menuliskannya, berarti saya mengerti. Dan tiba di ujung perjalanan luka, yang masih menganga karena sesal tak berkesudahan.

Pada akhirnya, yang tidak saya mengerti adalah diri saya sendiri. Bagaimana bisa saya meragukan kualitas seseorang yang apapun ia lakukan untuk istri dan anak-anaknya ini hingga rela berhutang besar?

Bapak, saya mengerti sekarang.


Bojongsoang, 20:42-15/04/2012
Thiya Renjana

-----------
Tolong hentikan air mata ini, ya Allah. Izinkan saya berdamai dengan diri sendiri. Izinkan kesehatan menjadi anugerah untuk Bapak saya lagi. Hapuskan dosanya, dan rangkul dia di jalanMu dengan iman yang tak turun lagi, wahai Sang Maha Tinggi.

5 komentar:

  1. Salam mbak thya..
    semoga ayah kk tia di beri kesembuhan dan diberi kemudahan dalam menghadapi penyakitnya.. dan keluargax di beri ketabahan.. Amin

    BalasHapus
  2. wlkmslm w2...
    allahumma aamiin... makasih yaahhh

    BalasHapus
  3. Subhanalloh.... semoga beliau segera diberikan kesehatan.
    amiin

    BalasHapus
  4. semoga bapak mbak thiya segera sembuh seperti sedia kala

    BalasHapus
  5. Maaf teh, akuu baru tahu kalau Bapak tengah sakit. Abi kemarin juga mendapat musibah. Sabar ya teh... Allah selalu memberi hikmah bagi mereka yang sabar menghadapi cobaan.

    BalasHapus

Hatur tengkyu atas kunjungan silaturahimnya.
Orang keren pasti koment ˆ⌣ˆ